“[...] Dan yang semisalnya adalah fanatik kepada Madzhab, Tarekat, dan Syaikh (guru), serta mendahulukan sebagiannya di atas yang lain dengan hawa nafsu dan fanatisme, serta dikarenakan dia berstatus sebagai pengikutnya, sehingga dia pun menyeru (manusia) kepadanya, mencintai dan memusuhi karenanya, dan menimbang/mengukur manusia dengannya. Semua ini termasuk dakwah-dakwah jahiliyah”.1
MEMBAWA PERNYATAAN MUKHOLIF KEPADA KEMUNGKINAN YANG TERBAIK, APABILA DIA DIKENAL TERMASUK DARI PEGIAT KEBAIKAN DAN AHLI SUNNAH
Ibnul Qayyim berkata,
“Satu kata yang diucapkan oleh dua orang, salah satu dari keduanya mengatakannya dengan maksud batil yang amat besar, sementara yang satunya lagi mengatakannya dengan maksud kebenaran yang murni, maka yang dijadikan ukuran penilaian adalah jalan beragama yang ditempuh orang yang mengucapkannya, riwayat hidupnya, Madzhab-nya, dan seruan dakwahnya”.1
Masalah yang patut diingkari adalah masalah yang menyelisihi nash Al-Qur’an, atau As-Sunnah, atau menyelisihi Ijma’ (konsensus/kesepakatan) yang shahih. Adapun selain itu, maka termasuk masalah ijtihadiyyah yang tidak boleh diingkari.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Barangsiapa yang mengamalkan masalah ijtihadiyah bersandar kepada pendapat sebagian Ulama’ tidaklah boleh diingkari, dan tidak boleh diboikot. Begitu juga orang yang mengamalkan salah satu dari dua pendapat, tidaklah boleh diingkari”.1
MEMUSATKAN BANTAHAN KEPADA KESALAHAN, BUKAN KEPADA ORANGNYA
Dr. Bakr Abu Zaid berkata: “Bantahan itu di arahkan kepada ucapan yang keliru, bukan kepada orangnya”.1
Al-Imam Ibnul-Qayyim pernah berkata tentang Syaikhul Islam Al-Imam Abu Isma’il Al-Harawi (w. 481 H.) rahimahullah:
“Syaikhul Islam (Al-Harawi) adalah orang yang kami cintai, akan tetapi Al-Haq (kebenaran) lebih kami cintai daripada beliau. Dan dahulu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata: ‘Amal perbuatan Al-Harawi itu jauh lebih baik dibandingkan ilmunya’. Dan Ibnu Taimiyah -rahimahullah- telah benar.